PWRIONLINE.COM
Jakarta – Tanggal, 14 Januari 2022 DPR RI memaksakan perbaikan UU Cipta Kerja No. 11 Thn 2020. Proses perbaikan ini tidak terlepas kehendak busuk rezim oligarki Jokowi – Maruf Amin. Lembaga Dewan Perwakilan Rakyat tak mewakili kepentingan rakyat ; buruh, petani, nelayan, masyarakat adat, perempuan, pemuda dan unsur rakyat miskin.
Padahal Majelis Hakim Konstitusi menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) cacat secara formil. Untuk itu, Mahkamah menyatakan bahwa UU Cipta Kerja Inkonstitusionalitas Bersyarat.
Demikian Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 dibacakan dalam sidang putusan yang digelar pada Kamis, 25/11/2021. Dalam Amar Putusan yang dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman. (Sumber : Mahkamah Konstitusi)
Putusan MK jelas UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD Tahun 1945. Tapi paska putusan MK, Presiden Jokowi dalam isi pidatonya ; Isi dan substansi UU Cipta Kerja tetap berlaku / dijalankan — pernyataan seorang Presiden lebih berpihak kepada rezim pemodal dan kepentingannya sendiri.
Awalnya gerakan rakyat sudah menyampaikan lewat aksi protes dan pembangkangan sipil berskala besar berbulan – bulan dijalanan bahwa UU Cipta Kerja membuat rakyat sengsara – menderita berlapis – lapis.
Ditengah Pandemi Covid – 19 – rakyat terpapar virus dan jatuh mati, buruh dirumahkan dan di PHK, tanah petani dirampas – Pada 5 Oktober 2020 DPR RI mengesahkan UU Cipta Kerja.
Aksi protes gerakan rakyat secara nasional penolakan UU Cipta Kerja : dipukul mundur, penangkapan massa aksi, pemenjaraan, teror, intimidasi – kekerasan dan pembungkaman ruang demokrasi terus dilancarkan oleh militer secara membabi buta.
Perlawanan rakyat menentang dan menolak UU Cipta Kerja karena rezim Jokowi dan DPR RI mengusul dan membahas proyek oligarki UU Cipta Kerja dibahas tanpa melibatkan rakyat secara demokrasi, partisipasi dan terbuka. UU Cipta Kerja No. 11 Thn 2020 tujuannya melindungi kepentingan kaum modal dan rezim Jokowi – Maruf Amin.
Selain itu, rezim negara pun merevisi UU KPK, enggan mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Masyarakat Adat — padahal sudah cukup lama beberapa RUU ini masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Ditambah disektor agraria ; lahan petani terus dirampas oleh mafia tanah, Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 hanya 0,09% jauh dari kebutuhan hidup layak dan kesejahteraan kelas pekerja.
Maluku Utara, situasi ekploitasi alam dan kelas pekerja pun terjadi dimana-mana. Pengrusakan hutan di Pulau Obi (PT. Harita Group), Teluk Weda (PT. IWIP), Teluk Buli (PT. Antam), Perkebunan Sawit di Gane (PT. Korindo), Kao Malifut (PT. NHM), Perampasan Tanah di Pulau Morotai (keterlibatan AURI), Pulau Gebe bertahun tahun di keruk, Reklamasi, Penggusuran Pohon Magrove dan perampasan di daerah-daerah lain.
Kecelakaan Kerja dan Kematian Buruh Tambang di Kawasan PT. IWIP menjadi tontonan pejabat daerah tanpa kepedulian dan perhatian Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Pemberangusan Serikat dan Politik Upah Murah pun terus menindas buruh.
Gubernur, Bupati, Walikota dan DPRD di 10 Kabupaten Kota di Maluku Utara hanya menjadi kacung oligarki tuan – tuan Jakarta dan Istana rezim kabinet Jokowi – Maruf Amin.
Oleh karena itu, Komite Rakyat Tertindas mendesak Dewan Perwakilan Rakyat membatalkan proses perbaikan UU Cipta Kerja yang sudah jelas – jelas bertentangan UUD Thn 1945.
Lawan Sistem Kapitalis, Rezim Oligarki Jokowi – Maruf Amin, DPR. Wujudkan Kesejahteraan dan Keadilan Rakyat !.
(Reymond) #pwrionline.com