
Sejak 2 tahun lalu dan awal pandemi menjadi catatan bahwa kedai kedai tingwe semakin ramai bermunculan di berbagai kota Indonesia, salah satu pemincunya adalah kenaikan cukai secara terus menerus, sehingga harga rokok semakin melambung tinggi. Harga rokok yang lumayan tinggi itu sangat mempengaruhi daya beli dan menjadikan tingwe solusi untuk agar tetap bisa ngebul bagi para perokok.
Tingwe artinya Melinting Dewe, “Dewe”dalam bahasa jawa berarti Sendiri – “melinting sendiri”. Budaya tingwe sendiri sudah ada sejak lama, bisa di katakan ada sejak jaman Indonesia belum merdeka. Kalau mendengar Tingwe seolah kita di ajak kepada masa yang telah lalu, dan menganggap Tingwe adalah sebuah cara lama untuk menikmati tembakau, lalu di anggap sebuah laku yang ketinggalan jaman. Tapi tidak demikian kenyataanya, Tingwe sudah menjadi trend berapa tahun ini, dan menjadikan sebuah cara untuk tetap merawat budaya yang telah lama ada di Tanah tercinta ini.
Maraknya penggemar tingwe adalah karena harganya yang lebih terjangkau, biasa di temukan dalam bentuk kemasan 50gram dengan berbagai macam merk,yang lengkapi lekatan pita cukai resmi,atau dalam bentukan kemasan 1 kg di lengkapi pita cukai resmi, yang nantinya akan di jual secara ecer di timbang peronsnya . Pilihan rasanya sendiri sangat variatif, misalnya tembakau rasa vanila,kopi,apple dan banyak lagi.
Namun disisi lain kita temui penggemar tingwe yang lebih menikmati pada rasa asli tembakau itu sendiri ,tanpa campuran bahan lain seperti cengkeh atau flavour. Mereka adalah para penikmat tembakau murni. Biasanya dulu hanya bisa di jumpai di pasar pasar tradisional,menjualnya dengan cara di timbang dan di kemas secara tradisional pula. Tapi tidak sekarang, menjual dengan cara di timbang secara tradisional sudah bukan di pasar pasar lagi. Kedai kedai tingwe sudah hampir mudah di temui di kota kota besar seperti Surabaya,Jakarta,Bandung,Semarang,Solo, dan juga Jogjakarta yang di kenal juga sebagai Kota Tingwe.

Menjadi pertanyaan apakah dengan maraknya tingwe akan mengurangi penjualan rokok? Jawabnya tentu tidak. Tidak semua akan bisa menikmati tingwe dengan caranya yang tidak sepraktis rokok. Penggemar tingwe akan tetap ada,begitu juga penggemar rokok akan tetap ada, atau malah jalan berbarengan. Bosan rokok akan pindah tingwe,bosan tingwe akan pindah ke rokok atau bahkan ada yang tidak berpindah pindah. Selama itu tembakau di dalamnya, penikmat sejati akan mencari jalannya untuk tetap mencintai aroma asap tembakau, yang di hasilkan dari kekayaan alam dan suburnya tanah ini. Menjadi berkah rejeki bagi para petani tembakau yang saat ini merasakan efek dari kenaikan cukai
Trend tingwe ada pada puncaknya saat ini, namun bisa saja akan berlalu dan hilang, tapi tidak untuk para penikmatnya. Penikmat akan tetap ada karena ini bagian dari budaya, apa yang sudah mengakar dan membudaya akan sangat sulit hilang begitu saja. Seiring laju jaman, jika dahulu tingwe hanya bagi kalangan simbah simbah tua, di anggap cara yang ketinggalan dan lama. Tapi sekarang sudah bukan asing melihat di tongkrongan,di kafe ,para anak muda sedang melinting bersama. setiap jari bergerak lincah memilih,memilah,memasukan dalam lembar kertas, dan menggulung kecil penuh sabar dan membakar itulah sensasinya.
penulis : GustiAji – PWRIONLINE.COM