ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
PWRIONLINE.COM
Dia mengatakan berdasarkan Undang-Undang Ombudsman, komisioner boleh ikut dalam pemeriksaan. “Baca peraturan,” kata Feri menyindir lewat keterangan tertulis, Jumat, 6 Agustus 2021.
Peneliti Themis Indonesia ini menduga KPK dan pimpinannya tidak membaca UU itu secara utuh. Dalam Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 8 ayat (1) huruf c UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI diatur bahwa salah satu fungsi, tugas dan wewenang lembaga itu adalah meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotocopy dokumen yang diperlukan dari instansi manapun untuku pemeriksaan dari instansi manapun untuk pemeriksaan laporan dan instansi terlapor.AdvertisingAdvertising
“Dalam menyelenggarakan fungsi, tugas dan kewenangannya itu, berdasarkan Pasal 12 UU ORI tersebut di atas, Ombudsman dibantu asisten,” kata dia.
Dengan demikian, kata dia, kewenangan melakukan klarifikasi ada pada Ombudsman atau dengan kata lain pimpinan Ombudsman. “Apakah boleh klarifikasi dilakukan pimpinan ORI? Tentu saja boleh karena secara UU itu kewenangan pimpinan ORI. Asisten hanya melakukan dalam rangka membantu tugas dan kewenangan pimpinan ORI tersebut,” kata dia.
Feri menduga KPK hendak mengaburkan perdebatan dari substansi, yaitu terjadi maladministrasi dalam penyelenggaraan TWK. Dia meyakini Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mampu membaca peraturan. Namun, kata dia, alasan sengaja dicari-cari untuk menutupi banyaknya pelanggaran prosedur dalam pelaksanaan TWK. “Sudah dicari-cari ternyata malah tidak membaca peraturan seutuhnya,” kata dia.
Sebelumnya, KPK menuding Ombudsman melakukan maladministrasi dalam pemeriksaan laporan TWK. Ghufron mengatakan saat dimintai klarifikasi oleh Ombudsman, dirinya diperiksa oleh komisioner. Padahal, menurutu dia, yang memeriksa seharusnya adalah deputis keasistenan bidang pemeriksaan. Dari situ, Ghufron menuding Ombudsman melakukan maladministrasi.
(Tempo.co/red)
#pwrionline.com