PWRIonline.com
Jakarta – Sejumlah organisasi wartawan profesi wartawan menggugat kebijakan Dewan Pers tentang uji kompetensi wartawan (UKW). Kebijakan yang dikeluarkan Dewan Pers tersebut, dinilai telah melampaui kewenangannya sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2) UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers sekaligus melanggar Pasal 1, 3 dan 4 Peraturan Pemerintah tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi.
Sidang perkara gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) terhadap Dewan Pers (DP) tersebut, digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu 31 Oktober 2018.
Hadir dalam persidangan PMH Dewan Pers dari saksi penggugat dari organisasi profesi wartawan yakni Ketua Umum Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Suriyanto PD. SH, MH, M.kn Zuri dari media Ceria TV.
Dalam gugatannya, para penggugat menyebutkan bahwa tergugat Dewan Pers dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam melaksanakan kegiatan wajib bagi wartawan Indonesia untuk ikut UKW (Uji Kompetensi Wartawan) melalui lembaga penguji standar kompetensi wartawan yang ditetapkan sendiri oleh tergugat Dewan Pers.
Dalam persidangan, saksi dari PWRI Suriyanto, PD. SH, MH, M.kn mengataka, bahwa perbuatan yang dilakukan tergugat Dewan Pers tersebut merupakan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) , karena melampaui batas kewenangan dan fungsi Dewan Pers sebagaimana diatur dalam UU Pers Pasal 15 ayat (2).
” Seharusnya Dewan Pers melaksanakan fungsinya untuk melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain. Untuk melakukan pengkajian, pengembangan dalam kemerdekaan kehidupan pers, serta menetapkan dan mengawasi pelaksanaan kode etik jurnalistik, memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers,” kata Suriyanto, Rabu 31 Oktober 2018.
Dikatakan dia, Dewan Pers harus lebih aktif dalam mengembangkan komunikasi yang baik dan sinergis antara pers, masyarakat dan pemerintah, serta memfasilitasi organisasi- organisasi pers dalam menyusun peraturan- peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan dan mendata perusahaan pers.
Sementara, saksi yang ke-2, yaitu Zuri dari Media Ceria Tv, mengatakan bahwa dirinya pernah mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang difasilitasi oleh perusahaan tempat dia bekerja.
Dituturkan, Zuri juga sempat membayar uang pendaftaran UKW kepada pihak IJTI, tetapi sampai saat ini dirinya tidak pernah tau apa penyebab kegagalan dalam keikutsertaan dalam Uji Kompetensi Wartawan (UKW). Zuri mempertanyakan, dari pihak IJTI sendiri yang di akomudir dari Dewan Pers tidak mau memberi tahukan tentang hal ini.
Menurutnya, berdasarkan fungsi Dewan Pers tersebut tidak ada satupun ketentuan yang mengatur Dewan Pers sebagai lembaga yang dapat menyelenggarakan Uji Kompetensi Wartawan (UKW).
Suriyanto kembali menegaskan bahwa apa yang dilakukan Dewan Pers tentang penyelenggaraan kegiatan uji kompetensi wartawan (UKW) bertentangan dan menyalahi Pasal 18 ayat (4) dan (5) UU Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Selain itu menyalahi aturan Pasal 1 ayat (1) dan (2), serta pasal (4) ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
” Aturan hukum menjelaskan bahwa lembaga yang berwenang menetapkan atau mengeluarkan lisensi bagi lembaga uji kompetensi atau lembaga sertifikasi profesi adalah BNSP bukan DP,” Ungkap Ketua Umum PWRI.
Suriyanto menilai bahwa Dewan Pers itu banci, membuat aturan tanpa ada kajian-kajian perundang-undangan yang jelas. Tergugat Dewan Pers juga dituding melaksanakan verifikasi organisasi wartawan dengan menetapkan sendiri peraturannya dengan cara membuat dan menerapkan peraturan Dewan Pers tentang standar organisasi wartawan kepada seluruh organisasi pers, agar ikut uji kompetensi wartawan.
Tergugat Dewan Pers juga disalahkan dalam melaksanakan verifikasi terhadap perusahaan pers dengan cara membuat peraturan DP tentang standar perusahaan pers.
Perbuatan ini dinilai Suriyanto sangat bertentangan dan melampaui fungsi dan kewenangan Dewan Pers sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat 2 huruf g, dimana DP menjalankan fungsinya mendata perusahaan.
” Kebijakan Dewan Pers tersebut ngawur, dan membawa dampak kerugian bagi perusahaan pers yang dinyatakan tidak lulus verifikasi. Perusahaan pers yang dinyatakan tidak lolos verifikasi banyak kehilangan kesempatan mendapatkan iklan dari instansi. Tak hanya itu, banyak instansi pemerintah maupun swasta menutup akses media yang tidak terferifikasi,” ungkapnya.
Sidang gugatan terhadap Dewan Pers (DP) Perbuatan Melawan Hukum (PMH) ini akan di lanjutkan Rabu,7 November 2018, pada pukul 10.00.wib, dengan menghadirkan saksi-saksi lainnya.
( Sumber: Strategi.co.id/ Rochman).